Oleh: Tim Pengembang Model Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, pemerataan layanan pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan serius, khususnya bagi kelompok marjinal dan masyarakat di daerah tertinggal. Data Rapor Pendidikan 2025 menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Jawa Tengah pada kelompok usia 16–18 tahun hanya mencapai 71,59%, sedangkan data Pusdatin Kemdikdasmen mencatat lebih dari 327 ribu anak termasuk kategori ATS.
Kondisi tersebut menegaskan perlunya model pendidikan yang lebih fleksibel, partisipatif, dan relevan dengan konteks sosial-ekonomi masyarakat. BasKom Setara dikembangkan sebagai alternatif penyelenggaraan pendidikan kesetaraan yang berbasis komunitas, mengacu pada teori Community-Based Education (Freire, 1970; Rogers, 2004). Pendekatan ini menempatkan masyarakat sebagai subjek utama yang berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program pendidikan.
Secara khusus, BasKom Setara bertujuan untuk: (1) memperluas akses pendidikan bagi warga yang belum menyelesaikan pendidikan formal; (2) menyediakan pembelajaran yang sesuai kebutuhan dan potensi lokal; (3) memperkuat partisipasi aktif komunitas dalam siklus program; (4) mengembangkan keterampilan vokasional dan life skills; serta (5) membangun kemitraan strategis antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
BasKom Setara menempatkan komunitas sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Model ini berangkat dari prinsip bahwa pendidikan harus mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat dan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup. Karakteristik utama model ini meliputi:
- Berbasis kebutuhan lokal – program dirancang berdasarkan analisis kebutuhan belajar masyarakat dan potensi daerah.
- Partisipatif – komunitas terlibat aktif sejak tahap perencanaan hingga evaluasi program.
- Fleksibel dan adaptif – pembelajaran disesuaikan dengan kondisi sosial, waktu, dan tempat belajar warga.
- Berorientasi pemberdayaan – hasil pendidikan diukur bukan hanya dari kelulusan akademik, tetapi juga dari peningkatan kemandirian sosial dan ekonomi.
- Setara secara formal – lulusan memperoleh pengakuan legal yang setara dengan pendidikan formal melalui program Paket A, B, dan C.
Implementasi BasKom Setara melibatkan empat komponen utama, yakni input, proses, output, dan outcome.
- Input meliputi peserta didik (raw input), tenaga pendidik dan sarana pembelajaran (instrumental input), serta dukungan lingkungan sosial, ekonomi, dan kebijakan (environmental input).
- Proses mencakup perencanaan partisipatif, pengembangan kurikulum kontekstual, pelaksanaan pembelajaran fleksibel, dan evaluasi berbasis komunitas.
- Output berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif warga belajar.
- Outcome berupa pemberdayaan komunitas dan keberlanjutan program yang mencegah munculnya ATS baru.
Ruang lingkup program mencakup penyelenggaraan pembelajaran kesetaraan jenjang Paket A, B, dan C yang terintegrasi dengan potensi ekonomi lokal. Penggerak komunitas terdiri atas tokoh masyarakat, pendidik, orang tua, organisasi lokal, pemerintah desa, dan dunia usaha yang berperan sebagai fasilitator dan katalisator kegiatan belajar.
Pembiayaan program dilakukan dengan prinsip gotong royong, partisipatif, dan transparan. Sumber pendanaan berasal dari pemerintah (melalui BOP Kesetaraan dan dana desa), masyarakat, dunia usaha (CSR), dan lembaga swadaya masyarakat. Pendekatan ini memastikan keberlanjutan program tanpa ketergantungan penuh pada anggaran negara.
Proses pembelajaran mengutamakan keterampilan akademik dasar, vokasional, sosial, serta literasi digital. Pembelajaran dilakukan melalui metode proyek, praktik, dan diskusi dengan jadwal yang fleksibel. Tutor berperan sebagai fasilitator yang membimbing warga belajar untuk mencapai life skills yang kontekstual dan berorientasi pada pemberdayaan ekonomi.
Penjaminan mutu BasKom Setara dilakukan melalui sistem monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut yang partisipatif. Evaluasi difokuskan pada efektivitas pembelajaran, relevansi kurikulum, serta dampak sosial-ekonomi bagi peserta dan komunitas. Hasil evaluasi menjadi dasar penyusunan strategi keberlanjutan melalui peningkatan kapasitas tutor, penguatan kelembagaan komunitas, dan kemitraan lintas sektor.
Keberlanjutan program diwujudkan melalui pengembangan unit usaha komunitas, kolaborasi dengan dunia usaha dan industri, serta pembentukan forum warga belajar. Dengan demikian, pendidikan kesetaraan tidak berhenti pada penyediaan layanan belajar, tetapi menjadi gerakan sosial yang menumbuhkan kesadaran pendidikan dan kemandirian ekonomi di tingkat lokal.
BasKom Setara merupakan inovasi strategis dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan berbasis komunitas. Melalui sinergi antara pemerintah, komunitas, dan dunia usaha, model ini berpotensi memperkuat ketahanan sosial, mengentaskan ATS, dan menciptakan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. (melati)